PAREPARE, Investigasinews.id — Sebelumnya segala puji puja senantiasa hanya kepada Tuhan yang Kuasa atas segala, begitu juga salam keselamatan terhadap kekasih-kekasihNya.
“Saya salah, saya minta maaf,” demikian caption pada akun tiktok Mas Baim Wong yang berisi video ucapan tentang dirinya menarik diri dari mengajukan Hak Kekayaan Intelektual (HKI/HAKI) Citayem Fashion Week (CFW).
Fenomena yang terjadi di Sudirman Central Business District (SCBD) Jakarta Selatan atau beberapa bulan terakhir akronimnya menjelma Sudirman Citayem Bojong Gede Depok. Istilah itu muncul dari plesetan anak-anak remaja yang nongkrong di kawasan tersebut dan melakukan pelbagai aktivitas. Aksi tiktok bareng sampai catwalk dengan menjadikan garis putih penyeberangan jalan sebagai panggungnya.
Dari sudut pandang sesama pengusaha dan telah menyimak dengan seksama niatan baik dari Mbak Paula dan Mas Baim yang mengkwatirkan nasib dari anak-anak yang berseliweran di SCBD karena ada yang tidak sekolah, ada yang berbakat, dan lain sebagainya.
Saya pribadi ingin langsung saja menyampaikan pandangan sederhana agar apa yang telah menjadi niatan baik dari perusahaan yang mendaftarkan HKI/HAKI untuk Citayem Fashion Week, secara khusus dalam pandangan usaha sama sekali tiada yang keliru. Namun dari pandangan budaya manusia yang menjalankan usaha itu bisa jadi masalah.
Bila niatan baik Mbak Paula dan Mas Baim yang menyampaikan ke publik bahwa walau telah mencabut permohonannya atas HKI/HAKI, beliau-beliau tetap bersedia bila ada yang dibutuhkan dapat mengabarkan kepada mereka. Rumah SCBD misalnya atau ruang lain bercorak Yayasan
Melihat Citayem Fashion Week memang tak dapat hanya kita saksikan dari satu sudut pandang. Tiada kesempurnaan tentu saja. Masing-masing punya cara ataupun pendekatannya untuk kebaikan dan keberlangsungannya.
Bagi saya dan mungkin beberapa pecinta busana lainnya yang menyimak dari kampung berharap pola pengembangan sumber daya untuk apa yang terjadi di SCBD sepertinya memang terlalu terburu-buru bila langsung mendaftarkannya untuk memiliki hak intelektual properti dari apa yang sedang hype.
Ada baiknya bagi pihak-pihak yang hendak mengambil bagian dalam pengembangan atau bahasa Mbak Paula dan Mas Baim pemberdayaan anak-anak yang ada di sana dalam dunia fashion bisa terlebih awal mengunjungi apa yang pernah dibangun oleh sang maestro Gunawan Muhammad. Komunitas Salihara, pusat kesenian multidisiplin di Jakarta.
Selain itu ada beberapa role model aktivitas sosial masyarakat yang tetap “mensejahterahkan” (lahir batin) dengan visi yang pondasinya sama dengan niatan baik Mbak Paula dan Mas Baim Wong. Di Jogja ada Mojok, yang Kepala Sukunya Mas Puthut EA. Dan atau bila hendak lebih jauh boleh mempelajari jalan nubuwwah dari Mbah Nun bersama Maiyah.
Saya setuju dengan anggapan kapital tentang hidup tanpa uang adalah kenaifan, tapi apakah semua makhluk yang diciptakan termasuk kita yang manusia membutuhkan itu. Ada yang tidak sama sekali.
Setiap pengembara punya jalannya, sampai kita bersua di persimpangan-persimpangan. Dan sebagai penerang dalam mengarungi petualangan, saya mengingat petuah seorang bijak; mencintai tak harus memiliki.
Tabe’, salama’ tapada salama’.
Terima kasih Mbak Paula dan Mas Baim Wong.
Pengirim:
Ibrah La Iman
Matoa Setangkai Bunga Makka
Komut PT. Salama’ Tapada Salama’
Anggota BPC HIPMI Parepare