Pengerukan Gunung Tolong tak Sesuai RTRW, Berproses di Polda Sulsel

by -31 Views
Kawasan Gunung Tolong RT 2 RW 8, Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare. (Dok.ist)

PAREPARE, Investigasinews.id — Kasus Pengerukan atau pembukaan lahan di kawasan Gunung Tolong RT 2 RW 8 Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare masih berproses di kepolisian.

Kawasan tersebut dinilai tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare, makanya tidak dikeluarkan persetujuan lingkungan.

Kasus ini yang sebelumnya ditangani Polres Parepare telah diambil alih oleh Polda Sulsel.

“Kalau saya tidak salah diambil alih polda Sulsel. Saya aktif di Polres bulan 8,” tulis Kasat Reskrim Polres Parepare, AKP Deki Marizaldi via WhatsApp, Senin (26/9/22).

Belum lama ini, Kamis malam (21/9/22), hasil pembukaan lahan di lokasi tersebut menyebabkan longsor yang akibatnya menimpa beberapa rumah warga dan lahan pertanian.

“Polres Parepare saat ini menangani kasus dampak lingkungannya longsor ini,” ujar Deki.

Dihubungi terpisah, Kasubdit Tipidter Ditkrimsus Polda Sulsel, Kompol Nugraha Pamungkas mengatakan, kasus pengerukan tak berizin tersebut masih sementara diproses oleh Polda Sulsel.

“Tetap berproses kasusnya,” katanya Selasa (27/9/22).

Dia mengatakan, proses pemeriksaan masih tengah berlanjut, dan sebelumnya sudah ada beberapa pihak yang diperiksa atau dilakukan pemanggilan.

“Masih berlanjut pemeriksaannya. Sudah pernah (diperiksa), namun belum lengkap,” sambung Nugraha.

Sementara, Lurah Lumpue Siswandi Dwi Saputra menjelaskan, terkait pengerukan di Gunung Tolong RW 8 RT 2, itu tidak memiliki izin.

“Pernah datang ke kantor kelurahan atas nama Pak Herman memberitahukan untuk membuka lahan untuk melakukan kavling. Tapi kami pihak kelurahan menyarankan untuk berkoordinasi dengan Pertanahan (BPN), Dinas PUPR dan DLH, pada awal bulan 2 (Februari) tahun 2022,” jelas Siswandi saat ditemui di Kantor DPRD Parepare, Senin (26/9/22).

Lanjut, dia menjelaskan, kemudian hari pihaknya mendapati laporan warga bahwa ada dimulai pekerjaan Gunung Tolong.

“Kami dari pemerintah kelurahan bersama Babinsa dan bhabinkamtibmas turun ke lokasi untuk menghentikan pekerjaan tersebut,” ujarnya.

“Tapi berhentinya cuma tiga hari. Setelah itu lanjut lagi (bekerja), sehingga kami dari pemerintah kelurahan mengambil langkah untuk melaporkan kegiatan tersebut ke DLH. Dilakukanlah pertemuan oleh DLH yang dihadiri beberapa SKPD, pada bulan tiga, awal bulan Maret tahun 2022,” sambung Siswandi.

Lebih lanjut, Siswandi mengatakan, pihak kelurahan telah melakukan peneguran langsung sebanyak tiga kali.

“Kami panggil ke kantor kelurahan satu kali, kami juga sudah menyurati DLH satu kali,” katanya.

Ini juga, kata Siswandi telah ditangani pihak polres Parepare, hal itu sebab dirinya sebagai lurah Lumpue juga telah memenuhi pemanggilan oleh polres Parepare.

“Saya selalu lurah pernah dipanggil polres parepare untuk dimintai keterangan terkait pengerukan tersebut. Sekitar bulan enam (Juni 2022),” ujarnya.

“Setelah adanya pertemuan bulan Maret, sudah Tidak ada lagi aktivitas pengerukan. Nanti berlanjut kembali awal bulan enam (Juni), sehingga kami menyurati DPUPR dan DLH untuk meminta bantuan aga melakukan pemantauan dan pengawasan karena masih adanya kegiatan tersebut (pengerukan). Terakhir pengerukan awal bulan tujuh (Juli 2022),” imbuh Siswandi.

Lokasi Pengerukan untuk pembukaan lahan tanah kavling, kata Siswandi memang merupakan jalur air dari gunung.

“Jadi, Selama ini air dari gunung meluap ke bawah. Tapi cuma air, tapi karena adanya pengerukan ini, bukan cuma air yang turun tapi ikut juga tanahnya,” ungkap Siswandi.

Sementara, Kepala DLH Parepare, Budi Rusdi mengatakan, kegiatan di gunung tolong adalah kegiatan yang dilakukan tanpa izin atau tak berizin.

“Mereka melakukan kegiatan pembukaan lahan, pertama mereka tidak mempunyai izin, dan tidak sesuai kaidah-kaidah lingkungan, sehingga inilah yang menyebabkan dampak lingkungan,” ujarnya Senin (26/9/22).

Budi menjelaskan, waktu pertama kali mengetahui adanya aktivitas pembukaan lahan, pihaknya telah melakukan peneguran dan teguran tersebut telah didengarkan.

“Pada bulan Juli yang lalu, itu tetap berlanjut lagi dan kami tegur dan berhenti,” jelas Budi.

Budi menegaskan, pihaknya melakukan permintaan penghentian aktivitas pembukaan lahan karena beberapa hal yang tidak berkesesuaian.

“Pertama tidak memiliki izin. Kedua, tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada di Kota Parepare. Daerah tersebut tidak layak, karena daerah resapan air. Tidak akan dibuatkan izinnya sepanjang tidak sesuai RTRW,” ungkap Budi.

“Jadi yang dilanggar itu UU Lingkungan, UU Tata Ruang, dan termasuk UU Minerba,” ucapnya.

penghentian kegiatan tersebut kata Budi, tidak ada batas waktu yang ditetapkan, karena memang tidak bisa melakukan aktivitas tersebut di sana.

“Sebenarnya waktu kami sudah memberikan teguran kita sudah suruh hentikan, kami harap sebenarnya sudah berhenti. Tapi kenyataannya, saya dapat informasinya bulan 7 mereka masih melanjutkan aktivitas tersebut. Makanya kami minta dihentikan kembali,” sambung Budi.

Dia pun menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas atas dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pembukaan lahan yang dinilai tak berizin dan menyalahi kaidah-kaidah lingkungan.

“Kami meminta kepada yang bersangkutan untuk bertanggung jawab terkait dampak-dampak yang ditimbulkan di daerah tersebut,” tegasnya.

Dia juga membeberkan, DLH telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait masalah pembukaan lahan tersebut.

“Saya kira yang bersangkutan juga sudah pernah dipanggil (oleh polres). Informasi dari yang bersangkutan juga bahwa dia sudah diperiksa di Polda. Bukan kami melaporkan, tapi ini sudah ditangani dari pihak polres sendiri sudah pernah mengambil keterangan dari teman-teman (DLH),” bebernya.

Pemeriksaan tersebut kada Budi Dilakukan sebelum kejadian (longsor) ini, karena kejadian ini, lanjut Budi, sebenarnya adalah dampak yang ditimbulkan dari aktivitas yang mereka lakukan.

“Semua bekas galian itu tidak ditata dengan baik. Tidak dilakukan penegasan. Hanya disimpan di pinggiran tebing. Jadi, pada saat hujan, itulah yang turun mengikuti aliran air dari atas,” ungkapnya.

Wali Kota Parepare Taufan Pawe membeberkan, pelaku atau yang bertanggung jawab atas pengerukan di Lumpue untuk pembukaan lahan, harus diproses sesuai aturan yang ada.

“Harus diproses dengan aturan yang ada,” katanya.

Untuk penanggulangannya, kata Taufan dia telah memerintahkan DLH untuk mengambil langkah konkret, untuk menghindari kejadian adanya longsor susulan.

“Potensi itu ada. Makanya saya tugaskan DLH untuk mengambil langkah langkah konkret. Kasian warga di sana,” tandasnya. (Invest1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *