Investigasinews.id — Karantina adalah salah satu instrumen perlindungan negara menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas yang memiliki potensi ancaman dari hama penyakit terhadap sumber daya alam dan ketahanan pangan nasional sekaligus berdampak terhadap ketahanan nasional.
Selain ancaman hama dan penyakit, Karantina juga harus membentengi Indonesia dari ancaman serangan biologis yang membidik sektor pertanian Indonesia seperti adanya Bio Terorisme atau Agro Terorisme.
Saat ini, karantina juga mendapat tugas dalam melakukan pengawasan dan pengendalian pangan, pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agen hayati, spesies alien invasif hingga tumbuhan dan satwa liar maupun langka.
Tentu masih melekat diingatan bagaimana Indonesia berjibaku dengan wabah penyakit Flu burung yang terjadi pada medio 2005 dan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan seperti sapi, kambing, domba dll pada 2021-2022.
Masih membekas juga diingatan para petani terhadap kerugian yang disebabkan oleh Banana Blood Disease atau yang dikenal sebagai penyakit darah pada pisang yang menimbulkan kerugian fatal bagi sentra pertanaman pisang di tanah air.
Selain itu, luasnya perkebunan sawit dan karet di Indonesia sangat perlu dijaga secara maksimal dari ancaman penyakit yang berasal dari luar negeri.
Masih banyak hama dan penyakit hewan maupun tumbuhan dari luar Indonesia yang mengancam kelestarian SDA dan ketahanan pangan kita. Lalu, siapa yang mampu membentengi negara ini dari ancaman hama dan penyakit tersebut?. Ya, jawabannya yaitu para karantinawan.
Ir. Junaidi Suding, M.M. adalah anak desa yang mengabdikan diri sebagai seorang karantinawan. Saat ini, Junaidi diamanahkan sebagai Kepala Pusat Kepatuhan, Kerjasama, dan Informasi Perkarantinaan (Kapus KKIP), Badan Karantina Pertanian.
Dibalik jabatannya tentu banyak perjuangan besar yang ia korbankan, mulai dari tenaga, pikiran, terutama waktu bersama keluarga tercinta.
Junaidi lahir di Desa Salutubu, Kecamatan Lamasi, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan pada 22 Juli 1964. Ia menghabiskan masa kecilnya sampai Sekolah Dasar di daerah tersebut.
Junaidi lalu melanjutkan pendidikan SMP dan SMA di Kota Makassar hingga mengenyam pendidikan di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1984. Menyelesaikan studinya tepat waktu pada 1989 dan selama kuliah ia menerima beasiswa Super Semar.
Pada tahun 1991 Junaidi diterima menjadi CPNS di Balai Karantina Tumbuhan Wilayah V Makassar. Inilah awal perjalanan karir Junaidi sebagai karantinawan sekaligus abdi negara.
Sebelum menjabat di posisinya saat ini, Junaidi telah 16 kali berpindah-pindah tugas di berbagai propinsi dan kota dengan berbagai dinamika dan tantangan yang berbeda-beda.
“Karir saya di karantina pertanian sungguh dari bawah dan dimulai dari dasar, awalnya sebagai tenaga teknis laboratorium. Saya yang pertama kali mengidentifikasi khapra beetle (salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang paling merusak di dunia bagi produk biji-bijian dan biji-bijian) yang merupakan hasil pemantauan di Kabupaten Polmas, Sulawesi Selatan tahun 1992, padahal sebelumnya OPTK tersebut belum ada di Indonesia,” ungkap Junaidi.
Selain berhasil mengidentifikasi khapra beetle, ia juga pernah menginjakkan kakinya ke negeri kanguru sebagai peserta pada workshop Fruit Fly (Lalat Buah) di Kota Cairns Australia yang diselenggarakan oleh Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) pada tahun 2001.
Junaidi memiliki visi misi mentransformasi “Man, Money, & Material” yang ada di Badan Karantina Pertanian agar selalu beradaptasi dengan perkembangan jaman, terutama tentang Sumber Daya Manusia (SDM) sesuai dengan jurusan yang beliau pelajari selama mengeyam pendidikan S2 yaitu program studi Manajemen SDM. Junaidi sempat membagikan kisah dan lika likunya sebelum menjabat sebagai Kapus KKIP.
Pada tahun 1997 saat dirinya mulai menjabat sebagai Kepala Pelayanan Teknis Stasiun Karantina Tumbuhan Jayapura, beliau melakukan penolakan terhadap 272 koli kedelai yang ketika sampai di tempat pemasukan kondisinya sudah busuk. Penolakan tersebut merupakan penolakan yang pertama kali dilakukan waktu itu.
Benih padi illegal asal jepang juga tidak luput dari pengawasannya sehingga berujung dilakukan pemusnahan. Tahun 2005 saat masih tugas di daerah pulau papua yang saat itu masih bernama Irian Jaya, dirinya yang saat itu sudah diamanahkan menjadi Kepala Stasiun Karantina Tumbuhan Sorong, ia melakukan pemusnahan ribuat bibit jeruk yang tidak dilengkapi dokumen karantina tumbuhan dari daerah asal.
Kisah perjalanan karirnya sebagai karantinawan terus berlanjut. Pada tahun 2008 saat menjabat sebagai Kepala Stasiun Karantina Tumbuhan Balikpapan dirinya pernah melakukan pemusnahan puluhan ribu bibit sawit illegal dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna kelancaran proses penyelidikan.
Saat kembali bertugas di Makassar pada tahun 2011 dan menjadi Kepala Bidang Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, ia turut serta dalam proses penahanan 330 ton kedelai impor asal amerika latin yang terindikasi membawa berbagai jenis penyakit tumbuhan dan mengamankan lima container gandum yang berpotensi membawa patogen Tilletia indica yang berasal dari Pakistan.
Proses menjadi seorang karantinawan sejati terus berlanjut, pada tahun 2013 saat menjabat sebagai Kepala Balai Karantina Pertanian Palu, dirinya meraih penghargaan meliputi piagam abdi bakti tani dari kementerian pertanian dan penanugerahan predikat kepatuhan standar pelayanan publik dari Ombudman RI.
Pada tahun 2016, Junaidi diamanahkan menjabat sebagai Kepala Balai Karantina Pertanian Manado. Prestasi dan apresiasi terus ia dapatkan, Ombudsman RI setempat menghimbau kepada instansi lainnya agar menjadikan Karantina Pertanian Manado sebagai contoh dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Selain itu, nilai ekspor komoditas pertanian Sulawesi Utara yang mencapai Rp 1 triliun mendapat apresiasi langsung dari Kementerian Pertanian.
Di bawah kepemimpinannya, Karantina Manado meraih empat penghargaan diantaranya quarantine award, piagam penghargaan adibaktitani, apresiasi kinerja UPT 2016 lingkup Badan Karantina Pertanian dan penghargaan dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil Sulut atas capaian peringkat ketiga dalam rangka penilaian laporan keuangan.
Cegah tangkal hama penyakit hewan dan tumbuhan juga masih menjadi bagian dari perjalanan karir Junaidi. Penahanan dan pemusnahan benih padi illegal dan cabai asal Cina dilakukan karena ditemukan bakteri Erwinia chrysanthemi dan mitigasi penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF) juga terus dilakukan guna melindungi Sulawesi Utara bebas dari penyakit hewan tersebut.
Setelah lama menjabat di manado, Junaidi lalu menjadi Kepala Balai di Karantina Kupang, tak lama berselang dirinya lalu pindah ke kantor pusat di Jakarta. Beragam suka cita dan dinamika yang ia lalui selama menjabat menjadi Kepala Balai hingga ia mengemban tugas menjadi Kepala Pusat KKIP pada tahun 2020.
Selama menjabat sebagai Kepala Pusat KKIP, pria yang juga seorang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) ini memiliki sejumlah program prioritas dan terobosan yang telah ia lakukan Bersama timnya untuk masa depan perkarantinaan.
Sebagai Kepala Pusat KKIP, Junaidi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tiga bidang, yaitu: Kepatuhan, Kerja Sama dan Informasi. Pengalaman Junaidi berkali-kali menjadi Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Pertanian dibeberapa daerah sangat membantu beliau dalam menentukan program dan kebijakan di Pusat KKIP.
Berbagai pencapaian dan inovasi oleh Pusat KKIP dibawah kepemimpinan Junaidi merupakan buah dari kerja keras dan kekompakan antar tim internal Pusat KKIP.
Pencapaian pada bidang kepatuhan seperti Sistem Aplikasi Pelaporan Pengawasan dan Penindakan (SIWASDAK) yang dibangun dalam mendukung sistem pengadministrasi pengawasan dan penegakkan hukum menjadi lebih tertib dan akuntabel. Sistem ini dioperasikan oleh semua pejabat karantina pemegang fungsi pengawasan dan penindakan di tingkat Pusat dan UPT Karantina.
Selain itu, bidang kepatuhan telah berhasil menginisiasi implementasi ISO 37301:2021 dalam rangka membangun dan memelihara budaya kepatuhan dilingkungan Badan Karantina Pertanian.
Pada Bidang Kerjasama, berbagai capaian jumlah kerja sama yang dilakukan oleh karantina dengan instansi terkait yang memiliki irisan tugas dengan karantina di lapangan, kerja sama yang sebelumnya hanya bersifat nasional, semakin mendunia dan bersifat internasional baik bilateral maupun regional.
Menurut Junaidi, hal penting dalam pelaksanaan kerja sama yaitu implementasi dan keberlanjutannya agar tujuan dari kerja sama tersebut memberi manfaat atau hasil positif dalam menunjang kinerja masing-masing pihak.
Inovasi terus juga dilakukan khususnya pada Bidang Informasi, melalui Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian sejak 1 Februari 2023, seluruh layanan perkarantinaan dimandatorikan menjadi paperless.
Selain itu, inovasi berupa aplikasi yang memperlancar tugas karantina seperti IQFAST (Indonesian Quarantine Full Automation System) yang merupakan aplikasi dengan strategi pendekatan layanan publik yang memiliki manfaat dengan sistem layanan tunggal sehingga lebih efektif, transparan, tertelusur dan interaktif.
IQFAST juga dapat berinteraksi dengan sistem K/L dan negara mitra dan digunakan untuk optimalisasi pelayanan dan pengawasan serta mengetahui potensi ekspor (komoditas, daerah sentra dan negara tujuan).
Selain IQFAST, terdapat juga aplikasi E-Cert (Electronic Certificate) yang membantu perluasan market akses komoditi pertanian Indonesia, I-Mace (Indonesian Map of Agricultural Commodities Export) yang merupakan aplikasi peta komoditas unggulan pertanian Indonesia dan aplikasi SIQODE (Sistem Informasi Quarantine Code) yaitu sistem aplikasi yang membantu dalam penelusuran melalui scanning QR-Code pada komoditas pertanian.
Beberapa aplikasi tersebut menorehkan prestasi seperti IQFAST yang menjadi salah satu Top 45 Inovasi Pelayanan Publik SINOVIK dan Integrasi dengan Sistem Bea Cukai dalam skema Single Submission pada tahun 2020 hingga IQFAST masuk dalam TOP Digital Awards dan mendapatkan tingkat kematang layanan publik level 5 (level tertinggi) pada evaluasi SPBE pada tahun 2022.
Selain itu, IMace juga menjadi salah satu Top 99 Inovasi Pelayanan Publik SINOVIK pada tahun 2021. Bidang informasi saat ini telah menjadi bagian penting dalam proses perluasan penerapan integrasi permohonan melalui (SSM QC Single Submission Quarantine Customs) pada tahun 2023.
Dibawah kepemimpinan Junaidi, pada tahun 2023 ini Pusat Kepatuhan, Kerjasama, dan Informasi Perkarantinaan mendapatkan anugerah penghargaan sistem kearsipan. Pusat KKIP Barantan menempati peringkat pertama dalam sistem kearsipan internal lingkup Kementerian Pertanian.
Untuk mencapai semua prestasi dan perjalanan panjang selama 32 tahun sebagai karantinawan tentunya merupakan pencapaian yang tidak mudah.
Junaidi mengaku terus belajar memperbaiki kualitas diri dan berkreativitas dengan motivasinya. Peraih Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya XXX Tahun ini selalu berpesan bahwa ada dua hal yang harus dipegang jika ingin menjadi seorang pemimpin.
Pertama, Adaptif, harus selalu mengikuti perubahan. Kedua, Agile, harus lincah, setiap saat harus bisa mengikuti perubahan yang terjadi, baik aspek fisik, mobilitas, cara berpikir, maupun pemecahan masalah.
Dirinya menyampaikan pesan penting kepada generasi muda karantina.
“Generasi karantina ke depan akan menghadapi tantangan yang lebih kompleks, karena dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019, tidak hanya cegah tangkal terhadap hama penyakit hewan dan tumbuhan atau yang dikenal sebagai OPTK/HPHK tetapi juga pengawasan dan pengendalian terhadap pangan, pakan, dan tumbuhan satwa liar,” pesannya.
Ia juga meminta agar generasi muda karantina dapat terus meningkatkan kapasitas dengan meraih pendidikan setinggi mungkin baik formal maupun non formal. “Ke depannya, institusi karantina akan semakin diperlukan negara dalam perlindungan terhadap sumber daya hayati negeri ini,” pungkasnya. (*)